Jumat, 08 November 2013

Konsep Dasar Islam dan Ilmu Pengetahuan


BAB II
Konsep Dasar Islam dan Ilmu Pengetahuan[1]

A.  Konsep Dasar Kedudukan Ilmu Pengetahuan Dalam  Islam
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama.
Ilmu mempunyai peranan yang sangat penting dalam ajaran islam. Hal ini terbukti dari banyaknya ayat-ayat Al-qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia disamping itu hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 Allah S.W.T berfirman “ Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan) dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Firman Allah diatas menujukkan betapa orang beriman dan berilmu itu akan memperoleh kedudukan yang tinggi. Dimana keimanan yang telah dimiliki seseorang itu akan menjadi pendorong untuk menuntut ilmu dan ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat orang itu sadar betapa rendahnya manusia dihadapan Allah yang maha kuasa. Ayat-ayat tersebut dapat terjadi sebuah sumber untuk motivasi umat islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu sehingga posisi yang tinggi dihadapan Allah akan tetap terjaga dan juga rasa takut kepada Allah akan muncul disetiap seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh. Dengan demikian nampak bahwa ilmu akan membuahkan amal.


B.  Urgensi Ilmu Pengetahuan dalam Nash Islam
Betapa pentingnya peranan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia, sehingga Nabi menegaskan dalam haditsnya: “Diwajibkan atas muslim laki-laki dan perempuan untuk menuntut ilmu”.  Bukan hanya persoalan akhirat , tapi juga persoalan duniawi.
Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia, dan seluruh proses hidup dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan. Pendidikan untuk mencari ilmu. Sebagai persoalan hidup, maka pendidikan dalam pengembangan konsep-konsepnya perlu menggunakan system pemikiran filsafat tersebut diatas, yang menyangkut metafisika, epistemology, aksiologi dan logika, karena problema yang ada dalam lapangan pendidikan juga berada dalam lapangan filsafat dan pendidikan adalah sangat erat.[2]
Ketertinggalan umat islam saat ini merupakan bukti lemahnya pengetahuan yang dimiliki oleh umat islam. Ibarat mereka sudah terbang, umat islam masih naik unta. Ini harus disadari oleh setiap muslim, jangan hanya bisa bisa menjadi pemakai, akan tetapi penghasil atau pembuat. Itukan lebih baik.
Orang sangat mudah lalai, karena ilmu yang dimiliki tidak bermanfaat atau bahkan tidak memiliki pengetahuan, sehingga terjerumus kepada lembah yang disebut kelalaian. Persoalan ini adalah persoalan iman lagi-lagi kembali kepada persoalan ilmu. Bagaimana mungkin seseorang bisa beriman dengan benar, jika dia tidak punya pengetahuan akan hal itu.
 Faktanya tidak sedikit orang yang memberikan interpretasi bebas dan tidak benar terhadap nash (al-Qur’an dan al-Hadits). Sehingga maksud yang sesungguhnya tidak didapatkan, justru hanya menimbulkan masalah. Coba lihat permasalahan sekarang permusuhan di internal umat islam, seringkali terjadi. Ini karena interpretasi yang keliru.
Pernah terjadi di zaman Imam Ja’far as-Shodiq, seseorang mencuri 4 roti kemudian diberikan kepada orang miskin. Ketika dia ditanya oleh Imam, kenapa anda lakukan hal itu. Dia kemudian membacakan surat al-An’am ayat 160 “Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” Saya meman mencuri tapi saya mensedekahkan hasil curian itu. Jadi pahala saya 40 dan dosa saya 4, akan tetapi saya masi punya 36 pahala lgi. Jadi saya masih untung.
 Inikan merupakan salah satu contoh dari interpretasi yang keliru terhadap ayat al-Qur’an. Dipahami bahwa cara yang salah tidak menghasilkan perbuatan yang baik. Jangan menganggap hadits yang mengatakan “segala amal perbuatan tergantung pada niatnya”. Bahwa niat bisa membantu itu menghalalkan mencuri, ini merupakan hal yang sangat keliru.

C.  Cakupan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Dalam ajaran Islam adanya keharusan menuntut ilmu mendapat tempat yang begitu luas dan luhur dala arti rohani dan jasmani, sebagai dasar manusia dalam mencapai kehormatan dalam arti lahir dan batin yakni fisik dan mental.[3]
Islam mewajibkan setiap orang memiliki ilmu pengetahuan agar ia dapat memperhatikan keajaiban dari penciptaan langit, bumi, penciptaan manusia dan ketelitian bisa membaaca, maka ia akan dibebaskan sebagai tawanan. Membaca dan menulis itu adalah kunci ilmu pengetahuan dan merupakan prinsip pertama teknologi. Oleh karena itu Nabi s.a.w merupakan orang pertama didunia yang memberi contoh dalam pemberantasan buta aksara ini.
Bertolak dari sebuah kaidah” wajib mencari ilmu bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan”, Rasulullah telah melaksanakan ajaran ini. Kadang-kadang beliau mengancam bagi yang tak mau mencari ilmu dan kadang memuji orang yang mau mencarinya. Beliau bersabda: “orang yang berilmu dan orang yang menuntut ilmu bersama-sama dalam kebaikan. Akhirnya Nabi s.a.w dengan tegas berkata: “ tak ada usaha yang lebih utama daripada mencari ilmu yang dapat memberi petunjuk kepada pemiliknya kepada jalan yang benar dan menolaknya dari kesesatan. Seseorang tak akan benar dan baik agamanya, sebelum berilmu yang benar”. Menurut riwayat yang lain “sebelum benar akal-nya”.
Kategori pengetahuan (knowledge), ilmu (science) itu sendiri, baik natural science dan social science sampai yang tergolong dalam ilmu humanities, termasuk ilmu-ilmu keagamaan dan kebahasaan.
Untuk yang terakhir ini, Dilthey menyebutnya dengan cultural-historical-science. Sementara itu sebagaimana skema yang buat Jurgen Habermas, bahwa ilmu pengetahuan itu terdiri dari: ilmu-ilmu empiris analitis (ilmu-ilmu alam, juga ilmu hukum, psikologi), ilmu-ilmu historis-hemeneutis (ilmu agama, filsafat, bahasa, sastra, kebudayaan), dan ilmu-ilmu sosial-kritis (ilmu politik, ekonomi, sosiologi). Karya-karya Ilmu Pengetahuan Para Ilmuan Muslim.

D.  Karya-Karya Ilmu Pengetahuan Para Ilmuan Muslim
Sejak sekitar abad ke-8M hingga abad ke-20 M, Islam telah melahirkan ribuan ilmuwan, baik dalam bidang ilmu filsafat, kalam, tasawuf maupun sains, tekhnologi, dan seni. Apa pun bidangnya, mereka adalah tokoh-tokoh langka  yang telah memperkaya dunia ilmu pengetahuan bahkan secara khusus menjadi symbol kemajuan peradaban Islam. Berikut diantara sarjana-sarjana muslim terkenal beserta karyanya:
1.    Ibnu Musa Al-Khawarizmi (Astronom, Penemu Algoritma dan Aljabar).
Tak banyak anak didik yang tahu, siapa yang orang yang dikenal sebagai bapak dan penemu dua cabang ilmu matematika, yaitu Algoritma dan Aljabar. Dialah Abu Abdullah Muhammad Ibnu Musa Al-Khawirzmi, ilmuan Muslim penemu Algoritma dan Aljabar. Nama Algoritma sendiri diambil dari nama penemunya, yaitu Al-Khawarizmi. Di kalangan ilmuan Barat ia lebih dikenal dengan nama Algorizm.
Nama Aljabar sendiri diambil dari bukunya yang terkenal, yakni Al-Jabr wa-al-Muqabilah. Ia mengembangkan tabel rincian trigonometri yang memuat fungsi sinus, kosinus, tangen dan kotangen serta konsep diferensiasi. Tak hanya itu, di bidang ilmu ukur, Al-Khawarizmi juga dikenal sebagai peletak rumus ilmu ukur dan penyusun daftar logaritma serta hitungan desimal. Sayangnya beberapa sarjana Barat seperti John Napier (1550-1620 M.) dan Simon Stevin (1548-1620 M.) mengklaim bahwa penemuan tersebut merupakan hasil pemikiran meraka. Masih berkaitan dengan masalah perhitungan, ternyata Al-Khawarizmi juga seorang ahli ilmu bumi. Bukunya Kitab Surat Al-ard, menjadi dasar ilmu bumi Arab. Naskah itu hingga kini masih disimpan di Strassburg, Jerman oleh Abdul Fida, seorang ahli ilmu bumi terkenal.
Petualangan dan pengabdian panjangnya itu baru berakhir pada tahun 840 M. ketika Sang Khaliq memanggilnya. Al-Khawarizmi meninggalkan warisan khazanah dalam ilmu pengetahuan dunia.

2.      Ibnu Khaldun ( Penemu Ilmu Sosiologi Politik)
Pendidikannya dimulai di Tunisia dan di Fez (Maroko) dengan mempelajari berbagai bidang ilmu: menghafal Al-Qur’an, mempelajari tata bahasa, hukum Islam (syari’ah), hadis, retorika, filologi dan puisi. Selain itu ia mempelajari sastra Arab, filsafat, matematika dan astronomi. Khaldun sangat terlibat dengan politik. Kariernya di bidang politik membawanya keluar masuk istana, ia sebagai pemenang maupun pecundang. Usia mudanya dihabiskan sebagai pendamping, penasihat sultan serta menduduki beraneka jabatan.
Kontribusi Ibnu Khaldun dalam Ilmu pengetahuan memang tidak sedikit. Setidaknya berkatnyalah dasar-dasar ilmu sosiologi politik dan filsafat dibangun, tak heran jika warisannya itu banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Seorang sejarawan Barat, Dr Boer, menulis “Ibnu Khaldun tak pelak lagi, adalah orang pertama yang mencoba menerangkan dengan lengkap evolusi dan kemajuan suatu kemasyarakatan, dengan alasan adanya sebab-sebab dan faktor-faktor tertentu, iklim, alat, produksi, dan lain sebagainya, serta akibat-akibatnya pada pembentukan cara berfikir manusia, dan pembentukan masyarakatnya. Dalam derap majunya peradaban ia mendapatkan keharmonisan yang terorganisasikan dalam dirinya sendiri.”
3.      Jabir Ibnu Hayyan (Bapak Kimia)
Ilmu kimia sudah ada sejak puluhan abad silam. Memang belum pada bentuk modern seperti sekarang yang telah diadopsi sedemikian canggihnya. Ilmu kimia di kemudian hari berkembang sangat pesat dan dikenal banyak orang.
Tapi, hanya sedikit yang mengetahui siapa sejatinya orang pertama yang menemukan ilmu eksakta tersebut. Ia adalah Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan (721-815 H) ilmuan muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan displin ilmu kimia tadi.

4.      Ibnu Sina ( Penemu Ilmu Kedokteran)
Nama lengkapnya Abu Ali Al-Husain Ibnu Abdullah Ibnu Sina. Ibnu Sina dikenal sebagai the faher of doctors (bapak kedokteran). Selain kedokteran, ia juga menguasai fisika, matematika, astronomi, sejarah, dan filsafat.
Sebagai dokter, ia lebih suka tindakan preventif dari pada kuratifan selalu menguatkan aspek spiritual dan fisik pasien secara simultan dalam pengobatannya.  Bahwa temperatur, makanan, minuman, limbah, udara, keseimbangan gerak dan fikiran, tidur dan kerja mempengaruhi kesehatan, itu semua terbukti, dan sekarang menjadi masalah lingkungan yang utama. Katanya, udara yang terkontaminasi uap dari rawa, danau, saluran drainase, asap atau jelaga dapat membahayakan kesehatan. Kini diketahuai, gas itu adalah hasil proses anaerobik air limbah yakni CH4 (metana), H2S dan NH3.
Dari sejumlah risalah kesehatannya, Ibnu Sina punya dua teori segitiga pengobatan. Pertama, Triangular Theory of Islamic Medicine yang menyatakan kaitan antara Allah, manusia, dan pengobatan. Teori kedua, adanya ”hubungan antara badan, fikiran, dan semangat” pada kesehatan manusia.


5.      Ibnu Majid
Ibnu Majid adalah seorang navigator Arab terbesar yang bergelar “singa laut”. Pada usianya yang ke-15, Ibnu Majid sudah memimpin sebuah pelayaran. Navigator yang lahir di Julfar, Mesir, tahun 1421 M ini memiliki nama lengkap Shihabud Din Ahmad bin Majid bin Muhammmad bin Amir bin Duwayk bin Yusuf bin Husain bin Abi Ma’lak as-Sa’di bin Abi ar-Raka’ib an-Najdi.
Sifat yang patut kita teladani dari Ibnu Majid adalah ketekunannnya dalam mempelajari ilmu navigator yang ia dapatkan dari ayah dan kakeknya dengan cara menjalankan kapal laut atau kapal teerbang. Selain itu, ia juga menguasai ilmu geografi dan astronomi sebagai syarat utama untuk menjadi navigator ulung.
Diantara buku-buku karya Ibnu Majid berjudul al-Hijaziah (sejarah negei hijaz), Urjuza (melagukan syair dengan prosa raja-raja ) terdiri dari 3 jilid, Hawiyatul-Ikhtisar fi Ushul Ilmil-Bihar ( ringkasan ilmu navigator) yang ia tulis pada tahun 1490 M. Buku ini berisi tentang rute-rute laut sepanjang pantai India hingga Sumatera, Cina, Taiwan dan sepanjang pantai Samudra Hindia, serta tanda-tanda dekatnya daratan.

6.      Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk mengabdi sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan.
Di dunia barat, Ibnu Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas filsafat Aristoteles yang mempengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan, termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah hukum.
Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam bentuk karangan, ulasan, essai dan resume. Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya aslinya sudah tidak ada. Di antara karyanya adalah : Bidayat Al-Mujtahid (kitab ilmu fiqih), Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran), Fasl Al-Maqal fi Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syari’at (filsafat dalam Islam dan menolak segala paham yang bertentangan dengan filsafat). Filsafat Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd seperti yang dipahami oleh orang Eropa pada abad pertengahan; dan filsafat Ibnu Rusyd tentang akidah dan sikap keberagamaannya.

7.      Ibnu Khaldun
Bernama lengkap Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Al Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Ibn Khaldun, pemikir (1332-1406) kelahiran Tunisia ini dikenal sebagai bapak sosiologi dan politik. Dalam karyanya itu, Khaldun memetakan masyarakat dengan interaksi sosial, politik, ekonomi, dan geografi yang melingkupinya. Pendekatan ini dianggap menjadi terobosan yang sangat signifikan.
Pengaruh itu universal dan pasti. Tak ada kebetulan dalam sejarah sosial kecuali sebab dan akibatnya semata, sebagian jelas dan diketahui, sebagian lagi tidak. Formasi masyarakat, tulisnya, sebagai hasrat manusia untuk berkumpul, bersaing, lalu memperebutkan kepemimpinan. Ia memperkirakan bahwa solidaritas itu berlangsung empat generasi. Model ini menempatkan Ibnu Khaldun sebagai penganut teori siklus sejarah.
Demikian seterusnya. Al Muqaddimah juga mengupas asal muasal suatu masyarakat, lahirnya kota dan desa, dan sebagainya. Karya emasnya itu hingga kini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Indonesia.

8.      Al Farabi
Nama sebenarnya Abu Nasr Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlaq Al Farabi. Beliau lahir pada tahun 874M (260H) di Transoxia yang terletak dalam Wilayah Wasij di Turki. . Beliau telah mempelajari bahasa Arab di bawah pimpinan Ali Abu Bakr Muhammad ibn al-Sariy. Selain itu, dia juga merupakan seorang pemusik yang handal. Lagu yang dihasilkan meninggalkan kesan secara langsung kepada pendengarnya.
Selain mempunyai kemampuan untuk bermain musik, beliau juga telah mencipta satu jenis alat musik yang dikenali sebagai gambus.
Karya-karya al-Farabi dapat dibagi menjadi dua, satu diantaranya mengenai logika dan yang lainnya mengenai bidang lain.
 Karya-karya tentang logika menyangkut bagian-bagian berbeda dari Organon-nya Aristoteles, baik yang berbentuk komentar maupun ulasan panjang. Sedang karya-karya kelompok kedua menyangkut berbagai cabang pengetahuan filsafat, fisika, matematika, metafisika, etika dan politik.

9.      Ibnu Bajjah
Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh atau lebih terkenal sebagai Ibnu Bajjah. Ibnu Bajjah juga ahli di bidang musik dan pemain gambus yang handal. Ia juga seorang yang hafal Alquran. Dalam waktu yang sama, Ibnu Bajjah amat terkenal dalam bidang perobatan dan merupakan salah seorang dokter terkenal yang pernah dilahirkan di Andalusia.
Ibnu Bajjah juga telah menulis sebuah buku yang berjudul Al-Nafs yang membicarakan persoalan yang berkaitan dengan jiwa. Pembicaraan itu banyak dipengaruhi oleh gagasan pemikiran filsafat Yunani.
Ilmu sains dan fisika digunakan oleh Ibnu Bajjah untuk menguraikan persoalan benda dan rupa. Menurut Ibnu Bajjah, benda tidak mungkin terwujud tanpa rupa tetapi rupa tanpa benda mungkin wujud. Oleh sebab itu, kita boleh menggambarkan sesuatu dalam bentuk dan rupa yang berbeda-beda.

10.   Al-Razi
Al-Razi atau nama sebenarnya Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi. Penemuan al-Razi berkenaan sakit campak cacar tulen (smallpox) dan campak biasa (measal) turut menjadi bahan rujukan perubatan di dunia Barat malah turut diulangi penerbitannya beberapa kali sehingga abad ke-18M. Kedua-dua karya ini juga merupakan sumber kurikulum tradisional di kalangan para pengamal perubatan Islam.
Al-Razi telah menghasilkan buku ini ketika beliau di Khurasan di bawah pemerintahan Gabenor al-Mansur Ibnu Ishaq. Dalam buku ini terkandung 10 penemuan berkaitan tentang amalan sent dan sains perubatan. Buku ini dianggap satu karya beliau yang tulen dan mencerminkan kematangan dan kepakaran beliau dalam amalan perubatan moden.
Al-Razi turut memberi sumbangan yang besar dalam bidang kimia dengan terhasilnya Kitab al-Asrar (The Book of Secrets). Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan merupakan sumber utama maklumat bahan kimia sehingga abad ke-14M. Antara lain kejayaan al-Razi dalam dunia perubatan ialah penemuan rawatan kepada penyakit cacar dan pengasingan alkohol dalam penghasilan antiseptik.

11.  Imam Al Asy’ari (260-234 H atau 874)
Nama lengkapnya adalah “Abdul Hasan Ali bin Ismail bin Abi Basyar Ishaq bin Salam bin Ism’ail bin Abi ‘Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Musa Al Asy’ari.
Sejak kecil telah mendalami dan menyibukkan diri da;lam dunia ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang theology. ia belajar secara aktif tentang poko-pokok keislaman. Disamping ituu ia juga mempelajari logika, filsafat dan cara mereka berpikir hingga usianya samapai 40 tahun.
Imam Al Asya’ari memeng tergolong tokoh yang menguasai dalam bidang-bidang ilmu agama, seperti tafsir hadits, fiqih, bahasa dan sebagainya. Ia termasuk seorang mujtahid yang pandai dan hebat berdiskusi. Disamping ahli seni baca Al-Qur’an dengan nada suara yang memikat, juga beliau hafal Al-Qur’an. Juga seorang zahid yang tekun dalam ibadah, seorang sufi yang mementingkan kesucian batin. Di antara hasil karya tulis Al Asy’ari adalah sebagi berikut:[4]
a)      Al Ibanah ‘an Ushuliddinayah. Kitab ini ia tulis setelah keluar dari Mu’tazilah. Agar jalan manusia tidak sesat dalam mengenal poko-pokok agama, maka dikarangkanlah kitab yang memebri dasar atau pokok-pokok pikiran bagi aliaran theology yang kemudian berkembang menjadi dasar pemikiran Ahlus Sunnah wal Jamaah.
b)      Al Luma’. Disini Al Asy’ari lebih jelas dan tegas untuk menyoroti dan menangkis seranga lawan, terutama mengenai sifat Tuhan.
c)      Maqalatul Islamiyyin wa Ikhtilaful Mushallin dengan pengusaan yang luias tentang berbagai golongan lainnya dalam Islam, dimaksudkan sebagia studi perbandingan. Dengan melakukan perbandingan, maka dapatlah diketahui pada posisi mana Ashusunnah wal Jamaah. Konon kitab ini dikarang pada waktu ia dalam lingkungan Mu’tazillah.

12.     Imam Hanafi (80-150 H atau 660-728 M)
Nama asli dari Abu Hanafi (Imam Hanafi) adalah An Nu’man. Madzhab Abu Hanafi adalah gambara nyat persesuaian hokum fiqh Islam dengan kebutuhan masyarakat disegala bidang. Karena madzhab Hanafi ini berdasarkan Al-Qur’an, Hadits Ijtima’, Qias dan Al Istihan, bidang-bidang istihad menjadi luas sehingga dapatlah ditetapkan hukum-hukum yang sesuai dengan keadaan masyarakat dengan tidak keluar dari prinsip-prinsip dan aturan pokok Islam.
Kehidupan Abu Hanafih secara keselurahan membuktikan penghormatan beliau terhadp Al Qur’an. Beliau senatiasa membaca Al Qur’an dan mengulangi dalam shalt. Beliau merasakan sekali kesan dan kelezatan membaca Al Qur’an. Al Qur’an beliau jadikan sebagai sumber utama dalam menetapkan hokum dan dalili-dalil dalam berdiskusi. Beliau sangat berhati-hati dalam memberi penjelasan dan mengajar.

13.    Imam Malik (93-179 H atau 712-79 M)
Imam Malik adalah seorang guru yang miskin. Sahabatnya, Abul Qasim berkata,”Ketika lagi menuntut ilmu aku pernah bersama Malik. Imam Malik mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan, seperti Ilmu Hadits, kritikan terhadap pendapt-pendapat yang salah, fatwa-fatwa sahabat dan ilmu fiqh ahli ra’yi (rasio Nalisme). Dalam keaktifan menuntut ilmu, beliau banyak menghubungi ahli-ahli hadits dan ulama.
Malik dianggap sebagai tokoh ilmu hadits. hadits yang beliau bawakan  termasuk yang baik dan benar karena beliau sangat berhati-hati terhadap hadits-hadits Rasulullah. Beliau seorang yang terpercaya, adil, kuat ingatan, cermat dan teliti memilih sanad hadits. Pendeknya Imam Malik tidak diragukan lagi dalam masalah ini.

E.   Ilmuwan Muslim Dan Kontribusinya Pada Dasar Perkembangan Ilmu Pengetahuan Barat.
Sejak dasawarsa 1970-an hingga sekitar awal 1990-an, berkembang sebuah wacana baru tentang Islam dan ilmu pengetahuan, dengan munculnya gagasan Islamic science (ilmu pengetahuan Islam) atau Islamization of knowledge (Islamisasi ilmu). Terlepas dari siapa yang pertama menggunakan istilah ini, dalam kenyataannya cukup beragam (kelompok) pemikir muslim yang memaknai istilah ini dengan berbeda-beda, bahkan tidak jarang terdapat pertentangan pendapat. Karena yang lebih populer adalah istilah dalam bahasa Inggris itu, ada beberapa hal penting dan menarik untuk dicatat dalam kaitanya dengan penggunaan kata ilmu pengetahuan atau sains, Islamisasi, dan kata Islamic dalam Islamic science.
Pertama, perkembangan berbagai istilah ini menunjukkan betapa seriusnya tantangan yang dihadapkan ilmu pengetahuan modern kepada perkembangan intelektual Islam. Seperti telah dipaparkan di atas, sebetulnya hal ini telah dimulai sejak akhir abad ke-19. Namun, tidak efektifnya usaha mengejar ketertinggalan muslim dari Barat di masa lalu, pada perkembanganya hal tersebut mengkerucut dan mengkristal menjadi gerakan dengan orientasi baru pada beberapa kelompok.
Kedua, munculnya istilah baru, Islamic science dan Islamization of knowledge nyatanya hanya tampak sebagai  baju baru dari usaha yang telah dilakukan oleh beberapa pemikir di masa sebelumnya. Istilah sains (science) sendiri baru mendapatkan maknanya yang khas dalam perkembangan kegiatan ilmiah di dunia Barat sejak beberapa abad. Di sana sains dianggap sebagai model cabang ilmu yang paling unggul, karena perkembangannya yang paling pesat dibandingkan cabang-cabang ilmu lain. Adalah anggapan tersebut yang melatarbelakangi kebiasaan bahasa Inggris modern yang berbeda dengan kebanyakan bahasa lain. Untuk membedakan science, sebagai istilah yang dipakai untuk ilmu pengetahuan alam atau eksakta (pasti), dari berbagai cabang ilmu pengetahuan lain, terutama ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Perkembangan teknologi sebagai buah dari perkembangan ilmu pengetahuan ini juga amat memukau banyak orang, tidak terkecuali umat Islam. Sebagai akibat dari fenomena itu, sebagian ilmuwan muslim hanya berusaha mengejar ketertinggalan umat Islam dengan mengambil alih secara menyeluruh teknologi dan ilmu pengetahuan Barat modern. Namun, sebagian lain tidak puas dengan sikap itu dan menuntut Islamisasi ilmu pengetahuan atau pengembangan ilmu pengetahuan Islam. Para penggagas ilmu pengetahuan Islam atau Islamisasi memulai argumennya dari premis bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai. Karena itulah nilai-nilai sebuah agama dapat masuk dalam pembicaraan tentang ilmu pengetahuan.
Jelas bahwa ilmu pengetahuan Islam adalah sebuah istilah modern. Kita tak bisa menemukan padanan istilah ini dalam literatur Islam klasik, termasuk dalam masa yang disebut Zaman Keemasan Islam. Bahkan, bisa jadi istilah ini digunakan pertama kali oleh kaum orientalis ketika kajian-kajian orientalisme modern dimulai akhir abad yang lalu. Pada tahun 1920-an, misalnya, sejarawan ilmu pengetahuan George Sarton dalam karya monumentalnya menggunakan istilah ini untuk menyebut sebuah periode dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan ketika dengan dukungan penguasa, para ilmuwan muslim (dan sebagian kecilnya adalah non-muslim) menghasilkan karya-karya besar dalam bidang ilmu pengetahuan. Orientalis George Anawati bahkan menyebutkan adanya upaya-upaya “Islamisasi” cabang-cabang ilmu yang diperoleh terutama dari tradisi Yunani itu. Ia juga menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan alam adalah bidang yang paling sedikit terkena Islamisasi dibandingkan dengan, misalnya, metafisika.
Jadi, di sini istilah Islami digunakan untuk menyebut dua hal sekaligus: yang pertama adalah suatu periode sejarah, sebagaimana istilah modern, abad pertengahan, klasik atau Yunani digunakan; yang kedua, suatu aktivitas yang disusupi nilai-nilai Islam. Kedua makna ini kerap muncul dalam perbincangan kontemporer tentang ilmu pengetahuan modern dan Islam.
Empat pemikir muslim kontemporer yang dapat mewakili wacana baru ini adalah Syed Hossein Nasr, Syed Muhammad Naquib al-Attas, Ismail Raji al-Faruqi, dan Ziauddin Sardar. Bukanlah suatu kebetulan jika keempatnya terdidik di universitas-universitas Amerika dan Eropa dan terutama menulis dalam bahasa Inggris. Wacana baru ini memang berkembang terutama di kalangan komunitas intelektual Islam berbahasa Inggris, yang baru muncul secara jelas setelah paruh pertama abad ke-20.

















DAFTAR PUSTAKA

Muhainin. 2012. Pengembangan  Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT.Grafindo Persada
Munawir Imam. 1985. Mengenal Pribadi 30pendekar dan pemikiran Islam Dari Masa ke Masa. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Qadir,  Solah Abdul. 1989. Islam Agama Segenap Umat Manusia. Jakarta: PT. Pustaka Litera



[1] Retno Rachmawati, universitas muhammadiyah prof.dr.hamka  (1101095035)
[2] Prof.Dr. H. Muhainin, Pengembangan  Kurikulum Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: PT.Grafindo Persada) 76
[3] Solah Abdul Qadir, Islam Agama Segenap Umat Manusia. (Jakarta: PT. Pustaka Litera) 131
[4] Imam Munawir, Mengenal Pribadi 30pendekar dan pemikiran Islam Dari Masa ke Masa. (Surabaya:PT.Bina Ilmu) 206

Tidak ada komentar:

Posting Komentar