Selasa, 09 Oktober 2012

makalah bahasa indonesia

KENAKALAN REMAJA DAN KEGEMARAN BERKELAHI SECARA MASSAL

MAKALAH
Disusun sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Kelulusan Mata Kuliah  Bahasa Indonesia


Oleh

Retno Rachmawati
1101095035


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI/ TATA NIAGA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2012





KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Kenakalan Remaja Dan Kegemaran Berkelahi Secara Massal”.
Penulisan makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi menyempurnakan pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.    Ibu Dra. Sulistyawati, M.Hum yang telah memberikan tugas, petunjuk kepada kami para penulis sehingga kami dapat termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
2.    Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
3.    Rekan-rekan mahasiswa yang telah turut membantu sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi pemikiran bagi pihak yang membutuhkannya, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

                                                                                                                       Penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................   i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan................................................................................. 1
1.1  Latar Belakang................................................................................... 1
1.2  Masalah  ............................................................................................ 2
1.3  Tujuan Penulisan ..............................................................................  2
BAB II Hakikat Dan Klarisifikasi Kenakalan Remaja...................................................... 3
2.1 Pengertian Kenakalan Remaja....................................................................................... 3
2.2 Hakikat Kenakalan Remaja dan Arti Perkelahian Antarkelompok ..............................  3
2.3 Klarifikasi dan Tipe Kejahatan Remaja......................................................................... 5
2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Perkelahian Antarsekolah Dan Antar Kelompok............ 7
.... 2.4.1Faktor Internal........................................................................................................ 8
2.4.2   Faktor Eksternal ...................................................................................................  11
BAB III Penutup................................................................................................................. 15
3.1    Kesimpulan ..................................................................................................................  15
3.2 Saran .............................................................................................................................  15
Daftar Pustaka ....................................................................................................................  16
      










BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kejahatan dan kenakalan remaja tidak dapat dilepaskan dari konteks kondisi social-budaya zamannya. Sebab setiap periode sifatnya khas, dan memberikan jenis tantangan khusus kepada generasi mudanya, sehingga anak-anak muda ini mereaksi dengan cara yang khas pula terhadap stimuli social yang ada.
Pada tahun 1950-an di Indonesia, yang menjadi masalah rumit bagi orang-orang muda ialah adaptasi terhadap situasi social-politik baru, yaitu setelah mengalami kemelut merebut kemerdekaan didaerah-daerah pegunungan dan pedesaan, kemudian mereka harus melakukan penyesuaian diri terhadap tuntutan kondisi social-politik baru di kota-kota besar, ditengah masyarakat orang dewasa dan para pelopor kemerdekaan.
Kenakalan remaja zaman itu pada umumnya berupa penodongan di sekolah-sekolah untuk mendapatkan ijazah, dan penonjolan diri yang berlebihan seperti “pahlawan kesiangan”. Lebih serius dari kejadian tersebut hampir tidak pernah terjadi. Hal ini disebabkan masih kuatnya sanksi-sanksi masyarakat, ditambah tingginya citra perjuangan dan semangat berkorban untuk mengisi kemerdekaan. Tidak banyak keberandalan dan kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang muda pada periode ini. Seandainya pun ada, kejadian tersebut tidak sampe menjadi masalah social yang sulit dipecahkan.
Kejahatan dan kenakalan tersebut erat berkaitan dengan makin derasnya arus urbanisasi dan semakin banyaknya jumlah remaja desa yang bermigrasi ke daerah perkotaan tanpa jaminan social yang mantap, ditambah sulitnya mencari pekerjaan yang cocok dengan ambisi mereka. Sampai pada akhirnya mereka dipaksa menerima bentuk-bentuk pekerjaan dibawah harapan semula yang semakin menambah rasa kecewa dan frustasi mereka. Kondisi sulit tersebut masih ditambah dengan semakin meningkatnya tuntutan hidup dikota, disamping nafsu konsumerisme tinggi yang rrasional dan tidak imbang dengan kemampuan social-ekonomis mereka. Selanjutnya kenakalan dan kejahatan anak-anak remaja itu tidak hanya melibatkan anak-anak putus sekoah dan drop-outs saja, akan tetapi juga berjangkit dikalangan  anak-anak remaja yang masih aktif belajar di sekolah-sekolah lanjutan, akademi, dan perguruan tinggi.
Gejala kenakalan remaja sekarang ini semakin luas, baik dalam frekuensi maupun dalam keseriusan kualitas kejahatannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya pengedaraan dan penggunaan ganja dan bahan-bahan narkotik ditengah masyarakat yang juga memasuki kampus dan ruang sekolah, semakin meningkatnya jumlah remaja yang terbiasa menenggak minum-minuman keras, penjambretan dan keberandalan dijalan-jalan ramai, tindak-tindakan kekerasaan oleh kelompok-kelompok anak muda, penganiayaan, perkosaan sampai pada pembunuhan secar berencana, perampasan disekolah-sekolah terhadap murid yang lemah yang mempunyai orang tua yang kaya raya. Disamping itu juga banyak terjadi pelanggaran terhadap norma-norma susila lewat praktek seks bebas, cinta bebas, serta perkelahian missal antarkelompok dan antar sekolah dikota-kota besar, khususnya di Jakarta Raya.

1.2 Masalah
1.      Apa pengertian dari kenakalan remaja?
2.      Bagaimana hakikat kenakalan remaja dan arti perkelahian antarkelompok?
3.      Apa sajakah tipe delinkuensi menurut struktur kepribadian?
4.      Apa faktor penyebab terjadinya perkelahian antarsekolah dan antar kelompok?

1.4  Tujuan Penulisan
1.    Agar mengerti arti dari kenakalan remaja.
2.    Mengerti bahaya yang akan terjadi pada perkelahian antar kelompok.
3.    Mengerti tentang hakikat kenakalan remaja dan arti perkelahian antar kelompok.



BAB II
HAKIKAT DAN KLARISIFIKASI KENAKALAN REMAJA

2.1 Pengertian Kenakalan Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolescere ( kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berate “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa.” Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, memopunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, social, dan fisik.
Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat dewasa mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewasa, yang kenyataannya merupakan cirri khas yang umum dari periode remaja.
Kenakalan remaja ialah sikap dan prilaku yang menyimpang dari aturan,  peraturan sosial, adat, hukum dan agama. Oleh karena itu setiap tindakan remaja yang dianggap salah atau tidak pada tempatnya dapat dikatakan /dikualifikasikan sebagai kenakalan.

2.2 Hakikat Kenakalan Remaja dan Arti Perkelahian Antarkelompok
Anak remaja yang ikut-ikutan mengambil bagian dalam aksi-aksi perkelahian beramai-ramai antargang dan antarsekolah, secara tidak sadar melakukan tindak criminal dan antisocial itu pada umumnya adalah anak-anak normal yang berasal dari keluarga baik-baik.  Hanya oleh satu bentuk pengabaian psikis tertentu mereka kemudian melakukan mekanisme kompensatoris guna menuntut perhatian lebih, khususnya untuk mendapatkan pengakuan lebih terhadap egonya yang merasa tersisih atau terlupakan dan tidak mendapatkan perhatian yang pantas dari orang tua sendiri maupun dari masyyarakat luas. Bisa juga perilaku mereka itu didorong oleh kompensasi-pembalasan terhadap  perasaan-perasaan inferior / min-pleks, untuk kemudian ditebus dengan bentuk tingkah laku.
Tingkah laku delinkuen itu pada umumnya merupakan kegagalan system control diri terhadap impuls-impuls yang kuat, dorongan primitive dan sentiment-sentimen hebat itu kemudian disalurkan lewat perbuatan kejahatan, kekerasan dan agresi keras, yang dianggap mengandung nilai lebih oleh anak-anak remaja. Karena itu mereka merasa perlu memamerkan energy dan semangat hidupnya dalam wujud aksi bersama atau perkelahian missal. Oleh perasaan senasib sepenanggungan, anak-anak remaja yang merasa tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dari luar, dan kemudian merasa tersisih dari masyarakat orang dewasa, sekarang merasa berarti ditengah gangnya. Didalam gangnya itu anak mencari segala sesuatu yang tidak mungkin mereka memperoleh dari keluarga maupun dari masyarakat di sekitarnya. Ditengah keluarga sendiri mereka merasa tidak dihargai, tidak menemukan kasih sayang dan posisi social yang mantap, serta tidak menemukan ideal dan tujuan hidup yang jelas untuk melakukan aksi-aksi bersama.
Anak-anak muda yang merasa senasib sepenanggungan karena “ditolak” oleh masyarakat ini secara otomatis lalu menggerombol, mencari dukungan moril guna memainkan peranan sosila yang berarti, dan melakukan perbuatan yang spetakuler bersam-sama.
Pada umumnya gang kriminal pada masa awalnya merupakan kelompok bermain yang dinamis. Permainan yang mula-mula netral baik dan menyenangkan , kemudian ditransfor masikan dalam aksi eksperimental bersama yang berbahaya dan sering mengganggu atau merugikan orang lain. pada akhirnya kegiatan tadi ditingkatkan menjadi perbuatan criminal.
Jiwa kelompok menumbuhkan kerelaan berkorban dan semangat saling tolong-menolong pada setiap saat, khususnya pada waktu-waktu kritis gawat. Karena itu bagi anak-anak muda menjadi supranatural yang berdiri diatas semua kepentingan. Maka tantangan serta kesakitan hati dan jasmanilah yang diderita oleh seorang anggota kelompok, secara otomatis menjadi tantangan dan kesakitan bagi segenap anggota kelompok, yang harus dilawan dan dibalaskan dengan kekerasan.

2.3 Klarifikasi dan Tipe Kejahatan Remaja
Laporan “United National Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders” yang bertemu di London pada 1960 menyatakan adanya kenaikan jumlah juvenile delinquency (kejahatan anak remaja) dalam kualitas kejahatan, dan peningkatan dalam kegarangan serta kebengisannya yang lebih banyak dilakukan dalam aksi-aksi kelompok daripada tindak kejahatan individual (Minddendorff, 1960).
Juvenile delinquency ialah perilaku jahat atau kejahatan/ kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara social pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabdian social, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.
Juvenile delinquency berdasarkan ciri-ciri kepribadian yang defek yang mendorong mereka menjadi delinquency. Anak-anak muda pada umumnya bersifat pendek pikir, sangat emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis, dan cenderung suka menceburkan diri dalam perbuatan yang berbahaya. Hati nurani mereka tidak dapat digugah, beku. Tipe delinkuensi menurut struktur kepribadian dibagi atas :
(1)   Delinkuensi terisolir
(2)   Delinkuensi neuritik
(3)   Delinkuensi psikopatik
(4)   Delinkuensi defek mental
Keempat tipe ini membedakan mereka dari tipe lainnya, juga sangat berbeda dengan anak normal yang nondelinkuen.
1.      Delinkuensi terisolir.[1]
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar daripada remaja delinkuen, mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan kejahatan mereka disebabkan oleh faktor berikut :
a.       Kejahatan mereka tidak didorong oleh motivasi kecemasa dan konflik batin yang tidak dapat diselesaikan, dan motivasi yang mendalam, akan tetapi lebih banyak dirangsang oleh keinginan meniru.
b.      Mereka kebanyakan berasal dari daerah-daerah kota yang transisisonal sifatnya yang memiliki subkultur criminal.
c.       Pada umumnya anak delinkuen berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, tidak konsekuen dan mengalami banyak frustasi.
d.      Sebagai jalan keluarnya, anak memuaskan seua kebutuhan dasarnya ditengah lingkungan anak-anak kriminal.
e.       Secara tytis mereka dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan super visi dan latihan disiplin yang teratur.
2.      Delikuensi Neurotik
Pada umumnya anak-anak delinkuen tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa: kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa tentram, tersudut dan terpojok, merasa bersalah atau berdosa, dan lain-lain. cirri tingkah laku mereka itu antara lain ialah:
1.      Tingkah laku delinkuennya bersumber pada sebab-sebab psikologis yang sangat dalam.
2.      Tingkah laku criminal mereka merupakan ekpresi dari konflik batin yang belum terselesaikan.
3.      Biasanya, anak remaja delinkuen tipe ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu.
4.      Anak delinkuen neurotik ini banyak yang berasal dari kelas menengah.
5.      Anak delinkuen neurotic ini memiliki ego yang lemah dan ada kecenderungan untuk mengisolisir diri dari lingkungan.
6.      Motivasi kejahatan mereka berbeda-beda.
7.      Perilakunya memperlihatkan kualitas kompulsif (paksaan).

3.      Delinkuensi psikopatik
Delinkuen psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum criminal yang paling berbahaya. Cirri tingkah laku mereka ialah:
1.      Hampir seluruh anak delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdispin keras namun tidak konsisten dan selalu menyiarkan anak-anaknya.
2.      Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa atau melakukan pelanggaran.
3.      Bentuk kejahatan majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau tidak dapat diduga-duga.
4.      Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginterlisasikan norma-norma social yang umum berlaku.
5.      Acapkali mereka juga menderita gangguann neulogis, sehingga  mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri.
4.      Delinkuensi defek moral
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri: selalu melakukan tindak asocial walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan dan gangguan kognitiff, namun ada disfungsi pada inteligensinya.

2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Perkelahian Antarsekolah Dan Antar Kelompok
Kegemaran berkelahi secara missal diantara anak-anak sekolah lanjutan di kota-kota besar, khususnya di Jakarta disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal.
Faktor internal berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh anak-anak remaja dalam menanggapi milieu disekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Tingkah laku mereka itu merupakan  reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar, dalam bentuk ketidakmampuan mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
Faktor eksternal dikenal sebgai pengaruh alam sekitar, faktor social adalah semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak remaja.
Pengaruh yang mendorong semakin intensifnya “perang mulut”, atau perkelahian massal antar sekolah dapat diuraikan dibawah ini:
2.4.1FAKTOR INTERNAL
a.      Reaksi frustasi negative
Dimasukkan kecara adaptasi yang salah terhadap tuntutan zaman modern yang serba kompleks sekarang ini ialah: semua pola kebiasaan dan tingkah laku patologis, sebagai akibat dari pemasakan konflik-konflik batin sendiri secara salah, yang menimbulkan mekanisme respon yang keliru atau tidak cocok.
Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi, urbanisasi dan industrialisasi yang berakibat semakin kompleksnya masyarakat sekarang, semakin banyak pula anak remaja yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan social itu. Semjua kejadian dihayati olah anak-anak remaja, yang sering kali menimbulkan rasa dendam, marah, cemas, dan ketegangan batin pada diri mereka.
Beberapa reaksi frustasi negative yang bisa menyebabkan anak remaja salah ulah ialah:
(1)               Agresi yaitu reaksi primitive dalam bentuk kemarahan hebat dan ledakan emosi tanpa kendali, serangan, kekerasan, tingkah laku kegila-gilaasn dan sadistis.
(2)               Regresi yaitu reaksi primitive, kekanak-kanakan, tidak sesuai dengan tingkat usia anak, yang semuanya akan mengganggu kemampuan adptasi anak terhadap kondisi lingkungannya.
(3)               Fiksasi yaitu pelekatan pada satu pola tingkah laku yang kaku, stereotipis dan tidak wajar.
(4)               Rasionalisasi, adalah cara menolong diri yang tidak wajar, dengan membuat sesuatu yang tidka rasional menjadi rasional.
(5)               Pembenaran diri, yaitu cara pembenaran dirisendiri dengan dalih yang tidak rasional.
(6)               Proyeksi, yaitu melemparkan atau memproyeksikan isi pikiran, perasaan, harapan negative, kekerdilan dan kesalahan sendiri kepada orang lain.
(7)               Teknik anggur masam, yaitu usaha memberikan sifat buruk kepada obyek-obyek yang tidak bisa dicapai, sungguhpun obyek ini sangat diinginkan.
(8)               Teknik jeruk manis, yaitu memberikan atribut unggul dan baik, pada semua kegagalan, kesalahan dan kelemahan sendiri, lewat alasan-alasan yang bisa mengelus-elus serta menyenangkan hati sendiri.
(9)               Identifikasi, yaitu menyamakan diri sendiri yang selalu gagal dan tidak mampu mereaksi dengan tepat terhadap lingkungan dengan tokoh-tokoh yang dianggap sukses.
(10)           Narsisme, yaitu menganggap diri sendiri superior, paling penting, maha bisa, paling kuasa, dan segala “paling”.
(11)           Autism, kecenderungan menutup diri secara total terhadap dunia luar.

            Jelslah bahwa dengan menggunakan semua mekanisme pertahanan dan pelarian diir itu sangat tidak sehat. Dampaknya menggangku ketenangan batin, mendisorganisir semua fungsi kejiwaan, dan mengembangkan reaksi-reaksi tingkah laku yang salah.
b.      Gangguan Pengamatan Dan Tanggapan Pada Anak-Anak Remaja
Adanya ganggua tersebut diatas sangat mengganggu daya adaptasi dan perkembangan pribadi anak yang sehat. Gangguan pengamatan dan tanggapan itu antaraa lain berupa: ilusi, halusinasi, dan gambaran semu.
Tanggapan anak tidak merupakan pencerminan realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa pengolahan batin yang keliru, sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang salah sama sekali.
c.       Gangguan Berfikir Dan Intelegensi Pada Diri Remaja
Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya memecahkan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Anak yang sehat pasti mampu membetulkan kekeliruan sendiri dengan jalan: berfikir logis, dan mampu membedakan fantasi dari kenyataan.
Orang tua, pendidik, dan otoritas lainnya bisa menghambat daya pikir dan intelegensi anak. Bisa menghambat antara lain dengan jalan: menekan dan menghukum anak-anak secara tak adil, mengadakan macam-macam larangan yang tidak wajar, menanamkan perasaan berdoa, tabu, dan seterusnya.
d.      Gangguan perasaan/emosional pada anak-anak remaja
Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan, dan menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan. Pada proses penghayatan makna hidup, perasaan memegang peranan penting, bahkan primer. Karena itu memperhatikan perasaan anak remaja yang tengah berkembang. Gangguan-gangguan fungsi perasaan ini antara lain berupa:
(a)    Inkontinensi emosional ialah tidak terkendalinya perasaan, yang meletup-letup eksplosif, tidak bisa di kekang.
(b)   Labilitas emosional ialah suasana hati yang terus menerus berganti dan tidak tetap.
(c)    Ketidakpekaan dan menumpulnya perasaan, disebabkan karena sejak kecil anak-ana tidak pernah diperkenalkan dengan kasih sayang, kelembutan, kebaikan, dan perhatian.
(d)   Kecemasan, merupakan bentuk “ketakutan” pada hal-hal yang tidak jelas, tidak riil, dan dirasakan sebagai ancaman yang tidak bisa dihindari.
(e)    Perasaan rendah diri dapat melemahkan fungsi berpikir, intelektual, dan kemauan anka. Semakin kuat perasaan inferior anak dan semakin tidak terkontrol, dampaknya semakin menghambat dan melumpuhkan kehidupan jiwani anak, melumpuhkan pula daya adaptasi anak dalam masyarakat ramai.
2.4.2             Faktor eksternal
a.      Faktor keluarga
Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi dan sivilisasi pribadi anak. Ditengah keluarga anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, loyalitas, ideology, bimbingan dan pendidikan. Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak. Didalam faktor keluarga terdapat permasalahan yaitu:
(a)    Rumah tangga berantakan.
Bila rumah tangga terus menerus dipenuhi konflik yang serius, menjadi retak, dan akhirnya mengalami perceraian, maka mulailah serentetan kesulitan bagi semua anggota keluarga, terutama anak-anak. Kemudian banyak konflik batin dan kegalauan jiwani. Anak tidak bisa tenang belajar, tidak betah tinggal dirumah, selalu merasa risau dan malu. Untuk melupakan semua derita batin ini anak lalu melampiaskan kemarahan dan agresivitasnya keluar. Mereka menjadi nakal, urukan, berandalan, tidak mau mengenal lagi aturan dan norma social, bertingkah laku semau sendiri, membuat onar di luar dan suka berkelahi.
Secara tidak sadar anak memproyeksikan kekacauan batinnya keluar dalam bentuk konflik terbuka dan perkelahian individual maupun missal.
(b)   Perlindungan lebih dari orang tua. Bila orang tua terlalu banyak melindungi dan mamanjakan anak-anaknya, dan menghindarkan mereka dari berbagai kesulitan atau ujian hidup yang kecil, anak-anak pasti menjadi rapuh dan tidak akan pernah sanggup belajar sendiri.
Tanpa bantuan orang tua anak merasa lemah, hambar, patah semangat, takut secara berlebihan, dan tidak berani berbuat sesuatu. Sebagai akibatnya, adakalanya anak melakukan identifikasi total terhadap gangnya, terutama terhadap pemimpin gang dan secara tidak sadar hanyut terseret melakukan tindak ugal-ugalan serta suka suka berkelahi untuk menyembunyikan kekerdilan hati dan kerapuhan jiwa sendiri dalam kondisi batin putus asa.
(c)    Penolakan orang tua. Ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu. Mereka ingin terus melanjutkan kebiasaan hidup lama, bersenang-senang sendiri seperti sebelum kawin.
Lingkungan keluarga yang tidak bisa menyesuaikan diri terhadap kondisi hidup baru itu menjadi persemaian subur bagi timbulnya kekalutan jiwa pada diri anak-anak. Semua pengaruh buruk tersebut diatas sangat menghambat perkembangan jiwa raga anak. Anak tidak pernah merasakan kasih sayang, perhatian dan perlindungan orang tua dan sebagai akibat jauhnya juga mendendam terhadap masyarakat luas, hanya dipenuhi kepahitan, batinnya selalu terhina dan tidak imbang. Keadaan keluarga sedemikian ini sangat mengacaukan perkembangan pribadi anak.
(d)   Pengaruh buruk dari orang tua. Tingkah laku criminal, asusila, kebiasaan minum dan menghisap rokok berganja, bertingkah sewenang-wenang dan sebagainya dari orang tua atau salah seorang anggota keluarga bisa memberikan pengaruh buruk kepada anak. Situasi keluarga yang kisruh, kacau, acak-acakan, liar sewenang-wenang, main hakim sendiri, tanpa aturan dan displin yang baik itu jelas sifatnya tidak mendidik, dan tidak memunculkan iklim yang manusiawi.

b.      Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan
Kondisi buruk ini antara lain berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang cukup luas, tanpa ruang olahraga, minimnnya fasilitas ruang belajar,  jumlah murid dalam satu kelas yang terlalu banyak dan padat, dan sebagainya.
Anak merasa sangat dibatasi gerak-geriknya, dan merasa tertekan batinya. Kurang sekali kesempatan yang diberikan oleh sekolah untuk melakukan ekspresi  bebas, baik yang bersifat fisik maupun psikis, sebab semua sudah diatur dan dipastikan, mengikuti buku, kurikulum dan satuan pelajaran yang sudah baku.
Dikelas, anak-anak terutama pada remajanya sering mengalami frustasi dan tekanan batin, merasa seperti dihukum atau terbelenggu oleh satu peraturan yang tidak adil. Anak-anak harus patuh terhadap perintah ayah dan bunda dengan jalan bersekolah secara teratur dan berdisplin. Akan tetapi dipihak lain anak tidak menemukan kesenangan dan kegairahan belajar dikelas dengan suasana yang monoton menjemukan. Karena itu anak mengalami banyak konflik batin dan frustasi, terlebih-lebih jika mereka melihat banyak ketidakadilan peraturan. Sebagai akibatnya, anak jadi ikut-ikutan tidak mematuhi semua aturan, ingin jadi bebas liar, mau berbuat semau sendiri, menjadi agresif, juga suka melakukan perkelahian diluar sekolah untuk melampiaskan kedongkolan dan frustasinya.
c.       Faktor Milieu
Milieu atau lingkungan sekitar tidak selalu baik dan mengutungkan bagi pendidikan dan perkembangan anak. Kelompok orang dewasa yang criminal dan asusila biasanya terdiri atas orang-orang gelandangan, tidak punya rumah dan pekerjaan yang tetap, mals bekerja namun berambisi besar untuk hidup mewah dan bersenang-senang. Karena itu, mereka menempuh jalan pintas menyerempet-nyerempet bahaya dengan melakukan tindak criminal dan kekerasan. Jiwa para remaja itu sangat labil. Jika mereka mendapatkan pengaruh buruk dari film biru, buku porno, bacaan immoral dan sadistis, maka mereka dengan mudah akan terjangkit prilaku buruk.
Pola-pola asusila sangat mudah menjalar pada ganggang anak muda putus sekolah yang tidak memilki motivasi untuk belajar dan meningkatkan kepribadiannya. Mereka lebih bergairah melakukan experiment-experimen dalam “Dunia Hitam” yang dianggap penuh misteri namun sangat menarik keremejaan mereka.























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jika kita melihat dengan mata terbuka melihat gejala kenakalan remaja dan perkelahian antarkelompok serta antar sekolah dikota-kota besar, dapat kita mengambil kesimpulan sebagai berikut:
a.    Kenakalan remaja dan perkelahian massal itu merupakan refleksi dari perbuatan orang dewasa di segala sektor kehidupan yang dipenuhi bayang-bayang hitam dan pergulatan yang terselubung dengan gaya yang elegant dan keapikan.
b.    Merupakan proses peniruan atau identifikasi anak remaja terhadap segala gerak-gerik dan tinkah laku orang dewasa modern dan berbudaya sekarang ini.

3.2    Saran
Sebagai generasi muda yang berfikiran progresif sebaiknya tidak mengikuti hal-hal negative seperti kenakalan remaja-remaja masa kini dan kegemaran mereka untuk berkelahi.














DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, edisi kelima, Jakarta: Erlangga
Kartono, Kartini. 2003, Kenakalan Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
http//www.google.com



[1] (Reiss, 1951, HWEIT dan JENKINS, 1949).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar