Minggu, 25 November 2012
Selasa, 09 Oktober 2012
makalah bahasa indonesia
KENAKALAN
REMAJA DAN KEGEMARAN BERKELAHI SECARA MASSAL
MAKALAH
Disusun sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Kelulusan Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Oleh
Retno
Rachmawati
1101095035
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN EKONOMI/ TATA NIAGA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2012
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Kenakalan Remaja Dan Kegemaran Berkelahi
Secara Massal”.
Penulisan makalah ini
adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa
masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi menyempurnakan pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Ibu Dra. Sulistyawati, M.Hum yang
telah memberikan tugas, petunjuk kepada kami para penulis sehingga kami dapat
termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
2.
Orang tua yang telah turut membantu,
membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
3.
Rekan-rekan mahasiswa yang telah turut
membantu sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi
pemikiran bagi pihak yang membutuhkannya, khususnya bagi penulis sehingga
tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan.................................................................................
1
1.1 Latar
Belakang...................................................................................
1
1.2 Masalah ............................................................................................
2
1.3 Tujuan
Penulisan .............................................................................. 2
BAB II Hakikat Dan
Klarisifikasi Kenakalan Remaja......................................................
3
2.1 Pengertian
Kenakalan Remaja.......................................................................................
3
2.2 Hakikat Kenakalan
Remaja dan Arti Perkelahian Antarkelompok .............................. 3
2.3 Klarifikasi dan
Tipe Kejahatan Remaja.........................................................................
5
2.4 Faktor Penyebab
Terjadinya Perkelahian Antarsekolah Dan Antar Kelompok............ 7
.... 2.4.1Faktor Internal........................................................................................................
8
2.4.2
Faktor Eksternal ................................................................................................... 11
BAB III Penutup.................................................................................................................
15
3.1
Kesimpulan .................................................................................................................. 15
3.2 Saran
............................................................................................................................. 15
Daftar
Pustaka .................................................................................................................... 16
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejahatan dan kenakalan
remaja tidak dapat dilepaskan dari konteks kondisi social-budaya zamannya.
Sebab setiap periode sifatnya khas, dan memberikan jenis tantangan khusus
kepada generasi mudanya, sehingga anak-anak muda ini mereaksi dengan cara yang
khas pula terhadap stimuli social yang ada.
Pada tahun 1950-an di
Indonesia, yang menjadi masalah rumit bagi orang-orang muda ialah adaptasi terhadap situasi social-politik
baru, yaitu setelah mengalami kemelut merebut kemerdekaan didaerah-daerah
pegunungan dan pedesaan, kemudian mereka harus melakukan penyesuaian diri
terhadap tuntutan kondisi social-politik baru di kota-kota besar, ditengah
masyarakat orang dewasa dan para pelopor kemerdekaan.
Kenakalan remaja zaman
itu pada umumnya berupa penodongan di sekolah-sekolah untuk mendapatkan ijazah,
dan penonjolan diri yang berlebihan seperti “pahlawan kesiangan”. Lebih serius
dari kejadian tersebut hampir tidak pernah terjadi. Hal ini disebabkan masih
kuatnya sanksi-sanksi masyarakat, ditambah tingginya citra perjuangan dan
semangat berkorban untuk mengisi kemerdekaan. Tidak banyak keberandalan dan
kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang muda pada periode ini. Seandainya pun
ada, kejadian tersebut tidak sampe menjadi masalah social yang sulit
dipecahkan.
Kejahatan dan kenakalan tersebut erat
berkaitan dengan makin derasnya arus urbanisasi dan semakin banyaknya jumlah
remaja desa yang bermigrasi ke daerah perkotaan tanpa jaminan social yang
mantap, ditambah sulitnya mencari pekerjaan yang cocok dengan ambisi mereka.
Sampai pada akhirnya mereka dipaksa menerima bentuk-bentuk pekerjaan dibawah
harapan semula yang semakin menambah rasa kecewa dan frustasi mereka. Kondisi
sulit tersebut masih ditambah dengan semakin meningkatnya tuntutan hidup
dikota, disamping nafsu konsumerisme tinggi yang rrasional dan tidak imbang
dengan kemampuan social-ekonomis mereka. Selanjutnya kenakalan dan kejahatan
anak-anak remaja itu tidak hanya melibatkan anak-anak putus
sekoah dan drop-outs saja, akan
tetapi juga berjangkit dikalangan
anak-anak remaja yang masih aktif belajar di sekolah-sekolah lanjutan,
akademi, dan perguruan tinggi.
Gejala kenakalan remaja
sekarang ini semakin luas, baik dalam frekuensi maupun dalam keseriusan
kualitas kejahatannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya pengedaraan
dan penggunaan ganja dan bahan-bahan narkotik ditengah masyarakat yang juga memasuki
kampus dan ruang sekolah, semakin meningkatnya jumlah remaja yang terbiasa
menenggak minum-minuman keras, penjambretan dan keberandalan dijalan-jalan
ramai, tindak-tindakan kekerasaan oleh kelompok-kelompok anak muda,
penganiayaan, perkosaan sampai pada pembunuhan secar berencana, perampasan
disekolah-sekolah terhadap murid yang lemah yang mempunyai orang tua yang kaya
raya. Disamping itu juga banyak terjadi pelanggaran terhadap norma-norma susila
lewat praktek seks bebas, cinta bebas, serta perkelahian missal antarkelompok
dan antar sekolah dikota-kota besar, khususnya di Jakarta Raya.
1.2
Masalah
1. Apa
pengertian dari kenakalan remaja?
2. Bagaimana
hakikat kenakalan remaja dan arti perkelahian antarkelompok?
3. Apa
sajakah tipe delinkuensi menurut struktur kepribadian?
4. Apa
faktor penyebab terjadinya perkelahian antarsekolah dan antar kelompok?
1.4 Tujuan Penulisan
1.
Agar mengerti arti dari kenakalan
remaja.
2.
Mengerti bahaya yang akan terjadi pada
perkelahian antar kelompok.
3.
Mengerti tentang hakikat kenakalan
remaja dan arti perkelahian antar kelompok.
BAB
II
HAKIKAT
DAN KLARISIFIKASI KENAKALAN REMAJA
2.1
Pengertian Kenakalan Remaja
Remaja berasal dari
kata latin adolescere ( kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang
berate “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa.” Istilah adolescence, seperti yang
dipergunakan saat ini, memopunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan
mental, emosional, social, dan fisik.
Secara psikologis, masa
remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia
dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah
hak. Integrasi dalam masyarakat dewasa mempunyai banyak aspek efektif, kurang
lebih berhubungan dengan masa puber. Transformasi intelektual yang khas dari
cara berpikir remaja memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan
social orang dewasa, yang kenyataannya merupakan cirri khas yang umum dari
periode remaja.
Kenakalan
remaja ialah sikap dan prilaku yang menyimpang dari aturan, peraturan sosial, adat, hukum dan agama. Oleh
karena itu setiap tindakan remaja yang dianggap salah atau tidak pada tempatnya
dapat dikatakan /dikualifikasikan sebagai kenakalan.
2.2
Hakikat Kenakalan Remaja dan Arti Perkelahian Antarkelompok
Anak remaja yang
ikut-ikutan mengambil bagian dalam aksi-aksi perkelahian beramai-ramai
antargang dan antarsekolah, secara tidak sadar melakukan tindak criminal dan
antisocial itu pada umumnya adalah anak-anak normal yang berasal dari keluarga
baik-baik. Hanya oleh satu bentuk
pengabaian psikis tertentu mereka kemudian melakukan mekanisme kompensatoris
guna menuntut perhatian lebih, khususnya untuk mendapatkan pengakuan lebih
terhadap egonya yang merasa tersisih atau terlupakan dan tidak mendapatkan
perhatian yang pantas dari orang tua sendiri maupun dari masyyarakat luas. Bisa
juga perilaku mereka itu didorong oleh kompensasi-pembalasan terhadap perasaan-perasaan inferior / min-pleks, untuk
kemudian ditebus dengan bentuk tingkah laku.
Tingkah laku delinkuen
itu pada umumnya merupakan kegagalan system control diri terhadap impuls-impuls
yang kuat, dorongan primitive dan sentiment-sentimen hebat itu kemudian
disalurkan lewat perbuatan kejahatan, kekerasan dan agresi keras, yang dianggap
mengandung nilai lebih oleh anak-anak remaja. Karena itu mereka merasa perlu
memamerkan energy dan semangat hidupnya dalam wujud aksi bersama atau
perkelahian missal. Oleh perasaan senasib sepenanggungan, anak-anak remaja yang
merasa tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dari luar, dan
kemudian merasa tersisih dari masyarakat orang dewasa, sekarang merasa berarti
ditengah gangnya. Didalam gangnya itu anak mencari segala sesuatu yang tidak
mungkin mereka memperoleh dari keluarga maupun dari masyarakat di sekitarnya.
Ditengah keluarga sendiri mereka merasa tidak dihargai, tidak menemukan kasih
sayang dan posisi social yang mantap, serta tidak menemukan ideal dan tujuan
hidup yang jelas untuk melakukan aksi-aksi bersama.
Anak-anak muda yang
merasa senasib sepenanggungan karena “ditolak” oleh masyarakat ini secara
otomatis lalu menggerombol, mencari dukungan moril guna memainkan peranan
sosila yang berarti, dan melakukan perbuatan yang spetakuler bersam-sama.
Pada umumnya gang kriminal
pada masa awalnya merupakan kelompok bermain yang dinamis. Permainan yang
mula-mula netral baik dan menyenangkan , kemudian ditransfor masikan dalam aksi
eksperimental bersama yang berbahaya dan sering mengganggu atau merugikan orang
lain. pada akhirnya kegiatan tadi ditingkatkan menjadi perbuatan criminal.
Jiwa kelompok
menumbuhkan kerelaan berkorban dan semangat saling tolong-menolong pada setiap
saat, khususnya pada waktu-waktu kritis gawat. Karena itu bagi anak-anak muda
menjadi supranatural yang berdiri diatas semua kepentingan. Maka tantangan
serta kesakitan hati dan jasmanilah yang diderita oleh seorang anggota
kelompok, secara otomatis menjadi tantangan dan kesakitan bagi segenap anggota
kelompok, yang harus dilawan dan dibalaskan dengan kekerasan.
2.3
Klarifikasi dan Tipe Kejahatan Remaja
Laporan “United
National Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders”
yang bertemu di London pada 1960 menyatakan adanya kenaikan jumlah juvenile delinquency (kejahatan anak
remaja) dalam kualitas kejahatan, dan peningkatan dalam kegarangan serta
kebengisannya yang lebih banyak dilakukan dalam aksi-aksi kelompok daripada
tindak kejahatan individual (Minddendorff, 1960).
Juvenile delinquency
ialah perilaku jahat atau kejahatan/ kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala
sakit (patologis) secara social pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh
satu bentuk pengabdian social, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah
laku yang menyimpang.
Juvenile delinquency
berdasarkan ciri-ciri kepribadian yang defek yang mendorong mereka menjadi
delinquency. Anak-anak muda pada umumnya bersifat pendek pikir, sangat
emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis, dan cenderung suka
menceburkan diri dalam perbuatan yang berbahaya. Hati nurani mereka tidak dapat
digugah, beku. Tipe delinkuensi menurut struktur kepribadian dibagi atas :
(1) Delinkuensi
terisolir
(2) Delinkuensi
neuritik
(3) Delinkuensi
psikopatik
(4) Delinkuensi
defek mental
Keempat
tipe ini membedakan mereka dari tipe lainnya, juga sangat berbeda dengan anak
normal yang nondelinkuen.
1.
Delinkuensi terisolir.[1]
Kelompok ini merupakan
jumlah terbesar daripada remaja delinkuen, mereka tidak menderita kerusakan
psikologis. Perbuatan kejahatan mereka disebabkan oleh faktor berikut :
a.
Kejahatan mereka tidak didorong oleh
motivasi kecemasa dan konflik batin yang tidak dapat diselesaikan, dan motivasi
yang mendalam, akan tetapi lebih banyak dirangsang oleh keinginan meniru.
b.
Mereka kebanyakan berasal dari
daerah-daerah kota yang transisisonal sifatnya yang memiliki subkultur
criminal.
c.
Pada umumnya anak delinkuen berasal dari
keluarga berantakan, tidak harmonis, tidak konsekuen dan mengalami banyak
frustasi.
d.
Sebagai jalan keluarnya, anak memuaskan
seua kebutuhan dasarnya ditengah lingkungan anak-anak kriminal.
e.
Secara tytis mereka dibesarkan dalam
keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan super visi dan latihan disiplin
yang teratur.
2.
Delikuensi Neurotik
Pada umumnya anak-anak
delinkuen tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain
berupa: kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa tentram, tersudut dan
terpojok, merasa bersalah atau berdosa, dan lain-lain. cirri tingkah laku
mereka itu antara lain ialah:
1.
Tingkah laku delinkuennya bersumber pada
sebab-sebab psikologis yang sangat dalam.
2.
Tingkah laku criminal mereka merupakan
ekpresi dari konflik batin yang belum terselesaikan.
3.
Biasanya, anak remaja delinkuen tipe ini
melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu.
4.
Anak delinkuen neurotik ini banyak yang
berasal dari kelas menengah.
5.
Anak delinkuen neurotic ini memiliki ego
yang lemah dan ada kecenderungan untuk mengisolisir diri dari lingkungan.
6.
Motivasi kejahatan mereka berbeda-beda.
7.
Perilakunya memperlihatkan kualitas
kompulsif (paksaan).
3.
Delinkuensi psikopatik
Delinkuen psikopatik
ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi
keamanan, mereka merupakan oknum criminal yang paling berbahaya. Cirri tingkah
laku mereka ialah:
1.
Hampir seluruh anak delinkuen psikopatik
ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal,
diliputi banyak pertikaian keluarga, berdispin keras namun tidak konsisten dan
selalu menyiarkan anak-anaknya.
2.
Mereka tidak mampu menyadari arti
bersalah, berdosa atau melakukan pelanggaran.
3.
Bentuk kejahatan majemuk, tergantung
pada suasana hatinya yang kacau tidak dapat diduga-duga.
4.
Mereka selalu gagal dalam menyadari dan
menginterlisasikan norma-norma social yang umum berlaku.
5.
Acapkali mereka juga menderita gangguann
neulogis, sehingga mengurangi kemampuan
untuk mengendalikan diri sendiri.
4.
Delinkuensi defek moral
Defek (defect,
defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah cedera, cacat, kurang.
Delinkuensi defek moral mempunyai ciri: selalu melakukan tindak asocial
walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan dan gangguan kognitiff, namun
ada disfungsi pada inteligensinya.
2.4
Faktor Penyebab Terjadinya Perkelahian Antarsekolah Dan Antar Kelompok
Kegemaran berkelahi
secara missal diantara anak-anak sekolah lanjutan di kota-kota besar, khususnya
di Jakarta disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal.
Faktor internal
berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh anak-anak remaja
dalam menanggapi milieu disekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Tingkah laku
mereka itu merupakan reaksi yang salah
atau irrasional dari proses belajar, dalam bentuk ketidakmampuan mereka
melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
Faktor eksternal
dikenal sebgai pengaruh alam sekitar, faktor social adalah semua perangsang dan
pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak remaja.
Pengaruh yang mendorong
semakin intensifnya “perang mulut”, atau perkelahian massal antar sekolah dapat
diuraikan dibawah ini:
2.4.1FAKTOR
INTERNAL
a.
Reaksi
frustasi negative
Dimasukkan
kecara adaptasi yang salah terhadap tuntutan zaman modern yang serba kompleks
sekarang ini ialah: semua pola kebiasaan dan tingkah laku patologis, sebagai
akibat dari pemasakan konflik-konflik batin sendiri secara salah, yang
menimbulkan mekanisme respon yang keliru atau tidak cocok.
Dengan
semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi, urbanisasi dan industrialisasi
yang berakibat semakin kompleksnya masyarakat sekarang, semakin banyak pula
anak remaja yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai
perubahan social itu. Semjua kejadian dihayati olah anak-anak remaja, yang
sering kali menimbulkan rasa dendam, marah, cemas, dan ketegangan batin pada
diri mereka.
Beberapa
reaksi frustasi negative yang bisa menyebabkan anak remaja salah ulah ialah:
(1)
Agresi yaitu reaksi primitive dalam
bentuk kemarahan hebat dan ledakan emosi tanpa kendali, serangan, kekerasan,
tingkah laku kegila-gilaasn dan sadistis.
(2)
Regresi yaitu reaksi primitive,
kekanak-kanakan, tidak sesuai dengan tingkat usia anak, yang semuanya akan
mengganggu kemampuan adptasi anak terhadap kondisi lingkungannya.
(3)
Fiksasi yaitu pelekatan pada satu pola
tingkah laku yang kaku, stereotipis dan tidak wajar.
(4)
Rasionalisasi, adalah cara menolong diri
yang tidak wajar, dengan membuat sesuatu yang tidka rasional menjadi rasional.
(5)
Pembenaran diri, yaitu cara pembenaran
dirisendiri dengan dalih yang tidak rasional.
(6)
Proyeksi, yaitu melemparkan atau
memproyeksikan isi pikiran, perasaan, harapan negative, kekerdilan dan
kesalahan sendiri kepada orang lain.
(7)
Teknik anggur masam, yaitu usaha
memberikan sifat buruk kepada obyek-obyek yang tidak bisa dicapai, sungguhpun
obyek ini sangat diinginkan.
(8)
Teknik jeruk manis, yaitu memberikan
atribut unggul dan baik, pada semua kegagalan, kesalahan dan kelemahan sendiri,
lewat alasan-alasan yang bisa mengelus-elus serta menyenangkan hati sendiri.
(9)
Identifikasi, yaitu menyamakan diri
sendiri yang selalu gagal dan tidak mampu mereaksi dengan tepat terhadap
lingkungan dengan tokoh-tokoh yang dianggap sukses.
(10)
Narsisme, yaitu menganggap diri sendiri
superior, paling penting, maha bisa, paling kuasa, dan segala “paling”.
(11)
Autism, kecenderungan menutup diri
secara total terhadap dunia luar.
Jelslah bahwa dengan menggunakan semua mekanisme
pertahanan dan pelarian diir itu sangat tidak sehat. Dampaknya menggangku
ketenangan batin, mendisorganisir semua fungsi kejiwaan, dan mengembangkan
reaksi-reaksi tingkah laku yang salah.
b. Gangguan Pengamatan Dan Tanggapan
Pada Anak-Anak Remaja
Adanya
ganggua tersebut diatas sangat mengganggu daya adaptasi dan perkembangan
pribadi anak yang sehat. Gangguan pengamatan dan tanggapan itu antaraa lain
berupa: ilusi, halusinasi, dan gambaran semu.
Tanggapan
anak tidak merupakan pencerminan realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa
pengolahan batin yang keliru, sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang
salah sama sekali.
c.
Gangguan
Berfikir Dan Intelegensi Pada Diri Remaja
Berfikir
mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi wajar terhadap
tuntutan lingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya memecahkan kesulitan dan
permasalahan hidup sehari-hari. Anak yang sehat pasti mampu membetulkan
kekeliruan sendiri dengan jalan: berfikir logis, dan mampu membedakan fantasi
dari kenyataan.
Orang
tua, pendidik, dan otoritas lainnya bisa menghambat daya pikir dan intelegensi
anak. Bisa menghambat antara lain dengan jalan: menekan dan menghukum anak-anak
secara tak adil, mengadakan macam-macam larangan yang tidak wajar, menanamkan
perasaan berdoa, tabu, dan seterusnya.
d.
Gangguan
perasaan/emosional pada anak-anak remaja
Perasaan
memberikan nilai pada situasi kehidupan, dan menentukan sekali besar kecilnya
kebahagiaan serta rasa kepuasan. Pada proses penghayatan makna hidup, perasaan
memegang peranan penting, bahkan primer. Karena itu memperhatikan perasaan anak
remaja yang tengah berkembang. Gangguan-gangguan fungsi perasaan ini antara
lain berupa:
(a)
Inkontinensi emosional ialah tidak
terkendalinya perasaan, yang meletup-letup eksplosif, tidak bisa di kekang.
(b)
Labilitas emosional ialah suasana hati
yang terus menerus berganti dan tidak tetap.
(c)
Ketidakpekaan dan menumpulnya perasaan,
disebabkan karena sejak kecil anak-ana tidak pernah diperkenalkan dengan kasih
sayang, kelembutan, kebaikan, dan perhatian.
(d)
Kecemasan, merupakan bentuk “ketakutan”
pada hal-hal yang tidak jelas, tidak riil, dan dirasakan sebagai ancaman yang
tidak bisa dihindari.
(e)
Perasaan rendah diri dapat melemahkan
fungsi berpikir, intelektual, dan kemauan anka. Semakin kuat perasaan inferior
anak dan semakin tidak terkontrol, dampaknya semakin menghambat dan melumpuhkan
kehidupan jiwani anak, melumpuhkan pula daya adaptasi anak dalam masyarakat
ramai.
2.4.2
Faktor
eksternal
a. Faktor keluarga
Keluarga adalah lembaga
pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi dan sivilisasi pribadi
anak. Ditengah keluarga anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati,
loyalitas, ideology, bimbingan dan pendidikan. Baik buruknya struktur keluarga
memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak.
Didalam faktor keluarga terdapat permasalahan yaitu:
(a)
Rumah tangga berantakan.
Bila rumah tangga terus
menerus dipenuhi konflik yang serius, menjadi retak, dan akhirnya mengalami
perceraian, maka mulailah serentetan kesulitan bagi semua anggota keluarga,
terutama anak-anak. Kemudian banyak konflik batin dan kegalauan jiwani. Anak
tidak bisa tenang belajar, tidak betah tinggal dirumah, selalu merasa risau dan
malu. Untuk melupakan semua derita batin ini anak lalu melampiaskan kemarahan
dan agresivitasnya keluar. Mereka menjadi nakal, urukan, berandalan, tidak mau
mengenal lagi aturan dan norma social, bertingkah laku semau sendiri, membuat
onar di luar dan suka berkelahi.
Secara tidak sadar anak
memproyeksikan kekacauan batinnya keluar dalam bentuk konflik terbuka dan
perkelahian individual maupun missal.
(b)
Perlindungan lebih dari orang tua. Bila
orang tua terlalu banyak melindungi dan mamanjakan anak-anaknya, dan menghindarkan
mereka dari berbagai kesulitan atau ujian hidup yang kecil, anak-anak pasti
menjadi rapuh dan tidak akan pernah sanggup belajar sendiri.
Tanpa bantuan orang tua
anak merasa lemah, hambar, patah semangat, takut secara berlebihan, dan tidak
berani berbuat sesuatu. Sebagai akibatnya, adakalanya anak melakukan identifikasi
total terhadap gangnya, terutama terhadap pemimpin gang dan secara tidak sadar
hanyut terseret melakukan tindak ugal-ugalan serta suka suka berkelahi untuk
menyembunyikan kekerdilan hati dan kerapuhan jiwa sendiri dalam kondisi batin
putus asa.
(c)
Penolakan orang tua. Ada pasangan suami
istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu.
Mereka ingin terus melanjutkan kebiasaan hidup lama, bersenang-senang sendiri
seperti sebelum kawin.
Lingkungan keluarga
yang tidak bisa menyesuaikan diri terhadap kondisi hidup baru itu menjadi
persemaian subur bagi timbulnya kekalutan jiwa pada diri anak-anak. Semua
pengaruh buruk tersebut diatas sangat menghambat perkembangan jiwa raga anak.
Anak tidak pernah merasakan kasih sayang, perhatian dan perlindungan orang tua
dan sebagai akibat jauhnya juga mendendam terhadap masyarakat luas, hanya
dipenuhi kepahitan, batinnya selalu terhina dan tidak imbang. Keadaan keluarga
sedemikian ini sangat mengacaukan perkembangan pribadi anak.
(d)
Pengaruh buruk dari orang tua. Tingkah
laku criminal, asusila, kebiasaan minum dan menghisap rokok berganja,
bertingkah sewenang-wenang dan sebagainya dari orang tua atau salah seorang
anggota keluarga bisa memberikan pengaruh buruk kepada anak. Situasi keluarga
yang kisruh, kacau, acak-acakan, liar sewenang-wenang, main hakim sendiri,
tanpa aturan dan displin yang baik itu jelas sifatnya tidak mendidik, dan tidak
memunculkan iklim yang manusiawi.
b.
Lingkungan sekolah yang tidak
menguntungkan
Kondisi buruk ini
antara lain berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa
halaman bermain yang cukup luas, tanpa ruang olahraga, minimnnya fasilitas
ruang belajar, jumlah murid dalam satu
kelas yang terlalu banyak dan padat, dan sebagainya.
Anak merasa sangat
dibatasi gerak-geriknya, dan merasa tertekan batinya. Kurang sekali kesempatan
yang diberikan oleh sekolah untuk melakukan ekspresi bebas, baik yang bersifat fisik maupun
psikis, sebab semua sudah diatur dan dipastikan, mengikuti buku, kurikulum dan
satuan pelajaran yang sudah baku.
Dikelas, anak-anak terutama
pada remajanya sering mengalami frustasi dan tekanan batin, merasa seperti
dihukum atau terbelenggu oleh satu peraturan yang tidak adil. Anak-anak harus
patuh terhadap perintah ayah dan bunda dengan jalan bersekolah secara teratur
dan berdisplin. Akan tetapi dipihak lain anak tidak menemukan kesenangan dan
kegairahan belajar dikelas dengan suasana yang monoton menjemukan. Karena itu
anak mengalami banyak konflik batin dan frustasi, terlebih-lebih jika mereka melihat
banyak ketidakadilan peraturan. Sebagai akibatnya, anak jadi ikut-ikutan tidak
mematuhi semua aturan, ingin jadi bebas liar, mau berbuat semau sendiri,
menjadi agresif, juga suka melakukan perkelahian diluar sekolah untuk
melampiaskan kedongkolan dan frustasinya.
c.
Faktor Milieu
Milieu atau lingkungan
sekitar tidak selalu baik dan mengutungkan bagi pendidikan dan perkembangan
anak. Kelompok orang dewasa yang criminal dan asusila biasanya terdiri atas
orang-orang gelandangan, tidak punya rumah dan pekerjaan yang tetap, mals
bekerja namun berambisi besar untuk hidup mewah dan bersenang-senang. Karena
itu, mereka menempuh jalan pintas menyerempet-nyerempet bahaya dengan melakukan
tindak criminal dan kekerasan. Jiwa para remaja itu sangat labil. Jika mereka
mendapatkan pengaruh buruk dari film biru, buku porno, bacaan immoral dan
sadistis, maka mereka dengan mudah akan terjangkit prilaku buruk.
Pola-pola asusila
sangat mudah menjalar pada ganggang anak muda putus sekolah yang tidak memilki
motivasi untuk belajar dan meningkatkan kepribadiannya. Mereka lebih bergairah
melakukan experiment-experimen dalam “Dunia Hitam” yang dianggap penuh misteri
namun sangat menarik keremejaan mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Jika
kita melihat dengan mata terbuka melihat gejala kenakalan remaja dan
perkelahian antarkelompok serta antar sekolah dikota-kota besar, dapat kita
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Kenakalan
remaja dan perkelahian massal itu merupakan refleksi dari perbuatan orang
dewasa di segala sektor kehidupan yang dipenuhi bayang-bayang hitam dan
pergulatan yang terselubung dengan gaya yang elegant dan keapikan.
b. Merupakan
proses peniruan atau identifikasi anak remaja terhadap segala gerak-gerik dan
tinkah laku orang dewasa modern dan berbudaya sekarang ini.
3.2
Saran
Sebagai generasi muda
yang berfikiran progresif sebaiknya tidak mengikuti hal-hal negative seperti
kenakalan remaja-remaja masa kini dan kegemaran mereka untuk berkelahi.
DAFTAR
PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, edisi
kelima, Jakarta: Erlangga
Kartono, Kartini. 2003, Kenakalan Remaja. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada
http//www.google.com
Langganan:
Postingan (Atom)